FUKUSHIMA, KOMPAS.com — Satu ledakan baru mengguncang pembangkit listrik tenaga nuklir Jepang yang sudah rusak, Selasa (15/3/2011). Sementara para insinyur terus memompa air laut ke dalam satu reaktor guna mencegah bencana kehancuran setelah gempa kuat dan tsunami memorakporandakan wilayah itu.
Lembaga keselamatan nuklir Jepang, Selasa, mengatakan, ledakan di reaktor no 2 pembangkit listrik tersebut disebabkan oleh hidrogen. Belum ada keterangan mengenai kerusakan, tapi kantor berita Jiji Press yang mengutip keterangan pejabat Kementerian Perdangangan melaporkan, radiasi tetap berada pada tingkat rendah setelah ledakan itu, yang merupakan ledakan ketiga di pembangkit listrik tersebut sejak Sabtu (12/3).
Jepang meminta Amerika Serikat mengirim peralatan lagi guna membantu mendinginkan reaktor di kompleks pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, yang pada Senin mengalami penurunan tingkat air pendingin sehingga batangan bahan bakar terpajan oleh panas di reaktor No 2.
Besarnya kerusakan akibat gempa pada Jumat dan tsunami yang terjadi setelahnya masih belum jelas, sementara petugas pertolongan menyusuri wilayah di sebelah utara ibu kota Jepang, Tokyo, itu. Di sana para pejabat mengatakan, sedikitnya 10.000 orang tewas. "Keadaan di sana seperti di neraka, benar-benar mengerikan," kata Patrick Fuller dari Federasi Palang Merah Internasional (IRCF) dari kota pantai di bagian timurlaut Jepang, Otsuchi.
Perdana Menteri Jepang Naoto Kan mengatakan, negara itu menghadapi krisis terburuknya sejak Perang Dunia II dan, sementara kerugian keuangan diperkirakan mencapai 180 miliar dollar AS, banyak pengulas mengatakan itu dapat membuat negara ekonomi terbesar ketiga di dunia tersebut kembali ke resesi.
Jepang meminta Amerika Serikat mengirim peralatan lagi guna membantu mendinginkan reaktor di kompleks pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, yang pada Senin mengalami penurunan tingkat air pendingin sehingga batangan bahan bakar terpajan oleh panas di reaktor No 2.
Besarnya kerusakan akibat gempa pada Jumat dan tsunami yang terjadi setelahnya masih belum jelas, sementara petugas pertolongan menyusuri wilayah di sebelah utara ibu kota Jepang, Tokyo, itu. Di sana para pejabat mengatakan, sedikitnya 10.000 orang tewas. "Keadaan di sana seperti di neraka, benar-benar mengerikan," kata Patrick Fuller dari Federasi Palang Merah Internasional (IRCF) dari kota pantai di bagian timurlaut Jepang, Otsuchi.
Perdana Menteri Jepang Naoto Kan mengatakan, negara itu menghadapi krisis terburuknya sejak Perang Dunia II dan, sementara kerugian keuangan diperkirakan mencapai 180 miliar dollar AS, banyak pengulas mengatakan itu dapat membuat negara ekonomi terbesar ketiga di dunia tersebut kembali ke resesi.
0 terbaik