Kita bisa tahu ajaran yang benar dari agama Islam ini. Tahu ini haq, itu batil,,, ini tauhid, itu syirik,,, ini sunnah, itu bid’ah,,,
Lalu kita dimudahkan untuk mengikuti yang haq dan meninggalkan yang batil. Sementara, banyak orang yang tidak mengerti mana yang benar dan mana yang sesat, atau ada yang tahu tapi tidak dimudahkan baginya untuk mengamalkan al-haq, malah ia gampang berbuat kebatilan.
Kita dapat berjalan mantap dibawah cahaya yang terang benderang, sementara banyak orang yang tertatih meraba dalam kegelapan.
Kita tahu apa tujuan hidup kita dan kemana kita kan menuju. Sementara, ada orang-orang yang tidak tahu untuk apa sebenarnya mereka hidup. Bahkan kebanyakan mereka menganggap mereka hidup hanya untuk dunia, sekedar makan, minum, dan bersenang-senang didalamnya.
Apa namanya semua yang kita miliki ini, wahai saudariku, kalau bukan ANUGRAH TERBESAR, NIKMAT YANG TIADA TERNILAI ??? Inilah HIDAYAH dan TAUFIK dari Alloh ‘azza wa jalla kepada jalan-Nya yang lurus.
Dalam Tanzil-Nya, Alloh ta’ala berfirman :
“Alloh memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213)
Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibn Shalih Al-Utsaimin menerangkan dalam tafsirnya, bahwa hidayah disini maknanya adalah petunjuk dan taufik. Alloh berikan hidayah ini kepada orang yang pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu dikaitkan dengan kehendak Alloh maka mesti mengikuti hikmah-Nya. Siapa yang beroleh hidayah maka memang ia pantas mendapatkannya. [ Tafsir Al-Qur'anil Karim, 3/31 ]
Fadhilatusy Syaikh Al-Fauzan ketika menjelaskan ayat -wahuwa a’lamu bil muhtadiin-, beliau berkata, “Alloh ‘azza wa jalla tidak meletakkan hidayah didalam hati kecuali kepada orang yang pantas mendapatkannya. Adapun orang yang tidak pantas memperolehnya, maka Alloh mengharamkannya beroleh hidayah tsb. Alloh yang Maha Mengetahui, Maha Memiliki Hikmah, Maha Mulia lagi Maha Tinggi, tidak memberikan hidayah hati kepada setiap orang, namun hanya diberikannya kepada orang yang diketahui-Nya berhak mendapatkannya dan dia memang pantas. Sementara orang yang Dia ketahui tidak pantas beroleh hidayah dan tidak cocok, maka diharamkan dari hidayah tsb.”
Syaikh melanjutkan, “Diantara sebab terhalangnya seseorang dari beroleh hidayah adalah fanatik terhadap kebatilan dan semangat kesukuan, partai, golongan, dan semisalnya. Semua ini sebab seseorang tidak mendapatkan taufik dari Alloh. Siapa yang kebenaran telah jelas baginya namun tidak menerimanya, ia akan dihukum dengan terhalang dari hidayah. Ia dihukum dengan penyimpangan dan kesesatan, dan setelah itu ia tidak dapat menerima al-haq lagi. Maka disini ada hasungan kepada orang yang telah sampai al-haq kepadanya untuk bersegera menerimanya. Jangan sampai ia menundanya atau mau pikir-pikir dulu, karena kalau ia menundanya maka ia memang pantas diharamkan/dihalangi dari hidayah tsb.
Alloh ta’ala berfirman : “Maka tatkala mereka berpaling dari kebenaran, Alloh memalingkan hati-hati mereka.” (QS. Ash-Shaf ; 5)
“Dan begitu pula Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada awal kalinya dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan yang sangat.” (QS. Al-An’am ; 110)
[ I'anatul Mustafid bi Syarhi Kitabut Tauhid , I/357 ]
Perlu engkau ketahui, hidayah itu ada 2 macam :
1. Hidayah yang bisa diberikan oleh makhluk, baik dari kalangan para Nabi dan Rasul, para Da’i atau selain mereka. Ini dinamakan hidayah irsyad (bimbingan), dakwah dan bayan (keterangan). Hidayah inilah yang disebutkan dalam ayat :
“Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) benar-benar memberi hidayah/petunjuk kepada jalan yang lurus.” QS. Asy-Syura ; 52
2. Hidayah yang hanya bisa diberikan oleh Alloh, tidak selain-Nya. Ini dinamakan hidayah taufik. Hidayah inilah yang ditiadakan pada diri Rasulullah sholallohu ‘alaihi wasallam, terlebih selain beliau, dalam ayat :Yang namanya manusia, baik ia da’i atau selainnya, hanya dapat membuka jalan dihadapan sesamanya. Ia memberikan penerangan dan bimbingan kepada mereka, mengajari mereka mana yang benar, mana yang salah. Adapun memasukkan orang lain ke dalam hidayah dan memasukkan iman ke dalam hati, maka tak ada seorang pun yang kuasa melakukannya, karena ini hak Alloh semata. [ Al-Qoulul Mufid Syarh Kitabut Tauhid, Ibnu Utsaimin, sebagaimana dinukil dalam Majmu' Fatawa wa Rasa'il beliau, 9/340-341 ]
“Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) tidak dapat memberi hidayah/petunjuk kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Alloh lah yang memberi hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.” QS. Al Qashash ; 56
Saudariku, bersyukurlah kepada Alloh ketika engkau dapati dirimu termasuk orang yang dipilih-Nya untuk mendapatkan dua hidayah yang tsb diatas. Karena, betapa banyak orang yang telah sampai kepadanya hidayah irsyad, telah sampai kepadanya dakwah, telah sampai padanya al-haq, namun ia tidak dapat mengikutinya karena terhalang dari hidayah taufik. Sementara dirimu, ketika tahu al-haq dari al-batil, segera engkau pegang erat yang haq tsb dan engkau hempaskan kebatilan sejauh mungkin.
Berarti hidayah taufik dari Rabbul Izzah menyertaimu. Tinggal sekarang, hidayah itu harus engkau jaga. Karena ia sangat bernilai dan sangat penting bagi kehidupan kita. Ia harus menyertai kita bila ingin selamat di dunia, terlebih di akhirat. Bagaimana tidak ??? Sementara kita di setiap rakaat dalam sholat diperintah untuk memohon kepada Alloh ‘azza wa jalla hidayah kepada jalan yang lurus.
“Tunjukilah (berilah hidayah) kami kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah ; 6)
Bila timbul pertanyaan, bagaimana seorang mukmin meminta hidayah disetiap waktu sholatnya dan diluar sholatnya, sementara mukmin berarti ia telah beroleh hidayah ? Bukankah dengan begitu berarti ia telah meminta apa yang sudah ada pada dirinya ?
Al-Hafizh Ibnu Katsir memberikan jawabannya : Alloh ta’ala membimbing hamba-hambaNya untuk meminta hidayah, karena setiap insan membutuhkannya siang dan malam. Seorang hamba butuh kepada Alloh setiap saat untuk mengokohkannya di atas hidayah, agar hidayah itu bertambah dan terus menerus dimilikinya. Karena seorang hamba tidak dapat memberikan kemanfaatan dan tidak dapat menolak kemudharatan dari dirinya, kecuali apa yang Alloh kehendaki.
Alloh pun membimbing si hamba agar disetiap waktu memohon kepada-Nya pertolongan, kekokohan, dan taufik. Orang yang bahagia adalah orang yang diberi taufik oleh Alloh untuk memohon hidayah, karena Alloh telah memberikan jaminan untuk mengabulkan permintaan orang yang berdoa kepada-Nya di sepanjang malam dan di penghujung siang. Terlebih lagi bila si hamba dalam kondisi terjepit dan sangat membutuhkan bantuan-Nya. Ini sebanding dengan firman-Nya :
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang Alloh turunkan kepada Rasul-Nya serta Kitab yang Alloh turunkan sebelumnya…” (QS. An-Nisaa’ ; 136)
Dalam ayat ini, Alloh Ta’ala memerintahkan orang-orang yang telah beriman agar tetap beriman. Ini bukanlah perintah untuk melakukan sesuatu yang belum ada, karena yang dimaukan dengan perintah beriman disini adalah hasungan agar tetap tsabat (kokoh), terus menerus dan tidak berhenti melakukan amalan-amalan yang dapat membantu seseorang agar terus di atas keimanan. Wallahu a’lam. [ Tafsir Al-Qur'anil Azhim, I/38 ]
Berbahagialah dengan hidayah yang Alloh berikan kepadamu dan jangan biarkan hidayah itu berlalu darimu. Mintalah selalu kekokohan dan ke-istiqomahan diatas iman kepada Dzat yang Maha Mengabulkan doa. Teruslah mempelajari agama Alloh. Hadirilah selalu majelis ilmu. Dekatlah dengan ulama, cintai mereka karena Alloh. Bergaullah dengan orang-orang sholih dan jauhi orang-orang jahat yang dapat merancukan pemahaman agamamu serta membuatmu terpikat dengan dunia. Semua ini sepantasnya engkau lakukan dalam upaya menjaga hidayah yang Alloh anugrahkan kepadamu.
Satu lagi yang penting, jangan engkau jual agamamu ini karena menginginkan dunia, karena ingin harta, tahta, dan karena cinta kepada lawan jenis. Sekali-kali janganlah engkau kembali ke belakang. Kembali kepada masa lalu yang suram karena jauh dari hidayah dan bimbingan agama. Ingatlah :
“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (QS. Yunus ; 32)
Berkata Al-Imam Al-Allamah Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi rahimahullah, “Kebenaran dan kesesatan itu tidak ada perantara antara keduanya. Maka, siapa yang luput dari kebenaran mesti ia jatuh dalam kesesatan.” [Mahasinut Ta'wil, 6/24 ]
Lalu apa persangkaanmu dengan orang yang tahu kebenaran dari kebatilan, semula ia berjalan di atas kebenaran tsb, berada dalam hidayah, namun kemudian ia futur (patah semangat, tidak menetapi kebenaran lagi) dan lisan halnya mengatakan ‘selamat tinggal kebenaran’ ? Wallahul musta’an. Sungguh setan telah berhasil menipu dan menghempaskannya ke jurang yang sangat dalam.
Ya Alloh, wahai Dzat Yang Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami diatas agama-Mu, diatas ketaatan kepada-Mu.
Amin ya Robbal ‘alamiin,,,
Wallahu a’lam bish showwab.
-disalin dari majalah Asy Syariah No.50/V/1430 H/2009 oleh Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah-
copy paste dari: http://ummfulanah.wordpress.com/2009/06/03/hidayah-itu-mahal/
Artikel: http://muslimahbelajar.wordpress.com/
0 terbaik